Pembagian Keburukan
Keburukan dibagi dua, yaitu keburukan yang bertalian dengan tingkah laku (Keburukan tingkah laku) dan keburukan yang bertalian dengan kejadian (Keburukan kejadian-tabi'i).
Kedua-dua keburukan ini tidak dipertalikan kepada Tuhan, akan tetapi Tuhan membolehkan (membiarkan) keburukan, kemudian daripadanya Tuhan mengeluarkan kebaikan.
Selama keburukan berarti "tidak ada", maka mencari tentang sebabnya, bukan berarti mencari tentang sumber kekurangan ini hanya terdapat pada makhluk.
Keburukan tingkah laku atau kesalahan, berupa pemakaian kebebasan untuk membuang kebaikan yang abadi dan mencari kebaikan yang hilang, pada hakekatnya adalah ketidak teraturan dalam kemauan.
Suatu hal yang berlebih-lebihan untuk mengikuti perkataan golongan Planonist dan Manichaism bahwa jika berbuat salah karena badan dan indera-indera.
Memang badan memberati jiwa tetapi yang lebih rendah, yaitu badan tidak bisa memerintah yang lebih tinggi (jiwa).
Kerusakan badan dan pengaruhnya yang buruk terhadap jiwa bukan merupakan sebab adanya kesalahan yang pertama, melainkan menjadi akibat dari kesalahan pertama ini dan menjadi hukuman bagi jiwa.
Kalau badan yang menjadi sebab kesalahan, bagaimana kita menafsirkan kesalahan syaitan, sedang ia makhluk tanpa badan, yaitu kesalahan pembanggan diri, dengki, dan terlalu optimist terhadap dirinya sendiri.
Adam dan Hawa tidak mungkin berbuat salah, kalau sekiranya ia tidak terlalu oprimist tentang dirinya sendiri, ketika syaitan membisikkan kepadanya, bahwa apabila keduanya mau makan buah pohon yang dilarang akan menjadi Tuhan kedua-duanya.
Jadi kemauan menjadi sebab kesalahan, atau kesalahan itu ialah tidak adanya kecintaan terhadap Tuhan dalam kemauan kita.
Sebaliknya kebaikan adalah wujud dan meminta sebab yang positif, membimbing kita pada Tuhan dan kemauan pun dapat menerima bimbingan ini.
Dalam keadaan demikian, kemauan mengerjakan kebaikan bersama-sama dengan Tuhan, sumber semua perbuatan.
Kalau ada orang bertanya :
Bagaimana Tuhan memberikan kepada kita suatu kebebasan yang dapat menimbulkan kesalahan?
Bukankah demikian, Tuhan yang bertanggung jawab atas keburukan?
Kita menjawab :
Bahwa kemauan itu adalah kebaikan, sebagai kekuatan untuk memilih, tetapi Kemauan itu rendah ketika bertindak tidak semestinya.
Disini juga tidak terdapat keburukan diluar kebaikan suatu kesempurnaan apabila kita dapat melakukan pekerjaan menurut pilihan kita dan dengan kemauan kita yang bebas kita dapat memelihara aturan (peraturan) yang diberikan oleh Tuhan dan dengan demikian kita memberikan bagian tertentu menurut cara tertentu pada perbuatan Tuhan.
Kalau demikian, maka bagaimana Tuhan tidak memberikan kemauan bebas pada kita?
Adapun keburukan kejadian (tabi'i) pada benda ialah rusaknya benda itu sendiri atau hilangnya.
Keadaan ini sebenarnya bukan keburukan dalam arti yang sebenarnya, karena dengan rusaknya sebagian benda terjadilah benda yang lain.
Jadi dengan hancurnya unsur-unsur, maka terjadilah benda-benda yang tersusun dari padanya, dan dalam kehancuran benda-benda yang berunsur itu, terjadilah unsur-unsur benda tersusun lain.
Jadi kerusakan (kehancuran) disini termasuk dalam peraturan (kerapian) umum, sebagai akibat dari bermacam-macamnya makhluk dan urut-urutannya satu sama lain.
Keburukan-Kejadian (tabi'i) yang dirasakan oleh seseorang dalam dirinya merupakan akibat kesalahan dan hukumannya, karena kesalahan adalah penyelewengan dari peraturan dan kelanjutannya ialah kehancuran dalam diri manusia. Akan tetapi keburukan tersebut tidak lepas dari kegunaan.
Bagi orang yang bijaksana, keburukan tersebut menyempurnakan pengetahuannya dan hikmat kebijaksanaan serta ia berhak pahala karenanya.
Bagi orang yang tidak bijaksana, merupakan jalan menuju hikmat.
Dan bagi orang yang buruk merupakan hukuman yang adil.
0 komentar:
Posting Komentar